Rabu, 09 April 2014
Mungkinkan Ada Batubara Bersih?
Hai sob, Akip kembali. Kali ini kita akan membahas "Batubara Bersih". Kira-kira menurut sobat, ada ga sih batu bara bersih itu? Yang kita tau selama ini pokoknya semua bahan bakar batu bara itu kotor, dan yg paling aktif dalam membuat polusi udara.
Menurut para pemerhati lingkungan, batu bara bersih hanya mitos. Itu sudah jelas: Lihat saja West Virginia. Puncak-puncak Pegunungan Appalachia di sana sudah dipangkas menjadi lembah untuk mencapai batu bara di bawahnya, sementara sungai mengalir jingga dengan air asam. Atau lihat pusat kota Beijing. Kini, udara di sana biasanya lebih pekat daripada ruang merokok di bandara. Pencemaran udara di Cina, yang sebagian besar akibat pembakaran batu bara, dituding telah menyebabkan sejuta kematian prematur per tahun.
Ini bukanlah masalah baru. Pada akhir abad ke-17, ketika batu bara dari Wales dan Northumberland menyulut api pertama revolusi industri di Britania, penulis Inggris John Evelyn sudah mengeluhkan “bau dan kegelapan” asap yang menyelimuti London. Tiga abad kemudian, pada bulan Desember 1952, asbut tebal yang penuh batu bara turun di London dan menetap selama akhir pekan yang panjang, memicu epidemi penyakit pernapasan yang menewaskan hingga 12.000 jiwa pada bulan-bulan selanjutnya. Kota-kota di Amerika juga menanggung trauma sendiri.
Pada suatu akhir pekan Oktober 1948, di kota kecil Donora di Pennsylvania, penonton di pertandingan football SMA menyadari bahwa mereka tidak bisa melihat pemain ataupun bola: Asbut dari pabrik peleburan seng berbahan bakar batu bara di dekat sana menggelapkan lapangan. Pada hari-hari berikutnya, 20 orang meninggal, dan 6.000 orang—hampir setengah kota itu—sakit.
Kalau menggunakan eufemisme para ekonom, batu bara itu penuh “eksternalitas”—biaya berat yang ditanggung masyarakat. Batu bara adalah sumber energi kita yang paling kotor dan mematikan. Namun, berdasarkan berbagai perhitungan, batu bara juga paling murah, dan kita bergantung padanya. Jadi, pertanyaan penting sekarang ini bukan dapatkah batu bara menjadi “bersih”. Itu tak mungkin. Pertanyaannya, dapatkah batu bara jadi cukup bersih—tak hanya untuk mencegah bencana lokal, tetapi juga untuk mengatasi perubahan radikal dalam iklim global.
Pada Juni lalu, pada hari yang panas dan gerah di Washington, D.C., Presiden Barack Obama menyampaikan pidato tentang iklim yang selama ini ditakuti industri daya listrik dan batu bara Amerika—dan yang diharapkan pemerhati lingkungan—sejak pelantikan pertamanya, pada 2009. Berbicara dengan berkemeja lengan pendek dan sesekali menyeka kening, Obama mengumumkan bahwa sebelum Juni 2014, Environmental Protection Agency (EPA) akan menyusun peraturan baru yang akan “mengakhiri pembuangan pencemaran karbon tak terbatas dari pembangkit listrik kita.” Peraturan itu akan dikeluarkan di bawah Clean Air Act, undang-undang yang sebagian terilhami oleh bencana di Donora. Undang-undang itu sudah digunakan untuk secara drastis mengurangi emisi sulfur dioksida, oksida nitrogen, dan partikel jelaga dari pembangkit listrik Amerika. Tetapi, karbon dioksida, penyebab utama pemanasan global, merupakan masalah pada skala yang berbeda sama sekali.
Pada 2012, dunia mencetak rekor emisi sebesar 34,5 miliar ton karbon dioksida dari bahan bakar fosil. Batu bara menjadi kontributor terbesarnya. Akhir-akhir ini, gas alam murah mengurangi permintaan batu bara di AS, tetapi di semua tempat lain, terutama di Cina, permintaan tetap melonjak. Selama dua dasawarsa ke depan, beberapa ratus juta orang di seluruh dunia akan mendapat listrik pertama kalinya, dan jika pola saat ini berlanjut, sebagian besar akan menggunakan listrik yang dihasilkan oleh batu bara. Desakan paling agresif yang menuntut sumber energi alternatif dan penghematan energi sekalipun tidak akan mampu menggantikan batu bara—setidaknya, tidak dalam waktu dekat.
Secepat apa Arktika meleleh, setinggi apa laut naik, sepanas apa gelombang panas—semua unsur masa depan kita yang tak pasti ini tergantung pada tindakan dunia tentang batu bara, khususnya AS dan Cina. Apakah kita akan terus membakarnya dan membuang karbon ke udara tanpa diredam? Atau akankah kita menemukan cara untuk menangkap karbon, seperti sulfur dan nitrogen dari bahan bakar fosil, dan menyimpannya di bawah tanah?
“Kita perlu sekuat tenaga menuntut energi terbarukan dan efisiensi energi, dan pengurangan emisi karbon dari batu bara,” kata peneliti Stanford University, Sally Benson, yang berspesialisasi di bidang penyimpanan karbon.
BalasHapusbosan tidak tahu mesti mengerjakan apa ^^
daripada begong saja, ayo segera bergabung dengan kami di
F*A*N*S*P*O*K*E*R cara bermainnya gampang kok hanya dengan minimal deposit 10.000
ayo tunggu apa lagi buruan daftar di agen kami ^^
https://saglamproxy.com
BalasHapusmetin2 proxy
proxy satın al
knight online proxy
mobil proxy satın al
J4EW